Jumat, 23 Mei 2008

Ikan Nilem (Osteochilus hasseltii)


Klasifikasi Ikan Nilem (Osteochilus hasseltii)
Menurut Anonymousb (2008), klasifikasi ikan Nilem adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Actinopterygii fishes
Subclass : Neopterygii
Order : Cypriniformes (Anonymousa, 2007)
Family : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Species : Osteochilus hasseltii (Valenciennes in Cuvier and Valenciennes, 1842)
Pengadaan Induk Nilem
Induk ikan Nilem betina yang telah berusia 1-1,5 tahun sudah dapat dipijahkan dan ikan Nilem jantan dapat dipijahkan pada usia 8 bulan. Induk ikan Nilem yan memiliki berat 100 gram dapat dipijahkan setiap 3 bulan sekali.
Ikan Nilem betina yang sudah matang telur terlihat perutnya membesar, jika diraba terasa lunak, dan jika diraba dengan tekanan pelan kea rah anus akan keluar cairan jernih kekuning-kuningan. Sedangkan ikan Nilem jantang yang telah dewasa kelaminnya jika perutnya ditakan ke arah anus akan mengeluarkan cairan putih susu dari lubang genitalnya.
Sebelum dipijahkan induk ikan Nilem sebaiknya dipelihara secaraterpisah atau dipelihara kolam pemberokan selama 4-7 hari. Induk ikan Nilem sebaikknya hanya dipijahkan maksimal 6 kali dan selanjutnya digantikan dengan induk yang baru.
Cara Pembiakkan
Ikan Nilem dapat dipijahkan dalam kolam yang memiliki aliran deras. Untuk itu di depan pengeluaran air kolam pemijahan perlu diberi aliran air yang deras sebagai perangsang agar ikan Nilem melakukan pemijahan. Berkaitan dengan kemungkinan perbedaan kondisi daerah yang menyangkut sumber air, dikenal beberapa cara ikan nilem sebagai berikut:
Cara Galunggung
Pembiakan ikan Nilem cara galunggung membutuhkan sebuah kolam pemijahan berukuran 1,0 m x 2,0 m dan kolam penetasan seluas 20m2. untuk daerah atau lokasi yang memperoleh suplai air agak keruh dan berlumpur, air yang dimasukkan ke kolam pemijahan dan penetasan harus melalui kolam pengendapan terlebih dahulu. Dengan demikian kemungkinan Lumpur mencemari telur hasil pemijahan dapat dihindari.
Kolam pemijahan memerlukan kedalaman 0,5m untuk daerah sekitar. Memasukkan air dan kedalaman 0,15m untuk daerah sekitar pengeluaran air. Daerah pengeluaran air perlu dipasangi batu-batu kerikil dan ditanami rumput. Selain itu, didepan pipa pengeluaran air dipasang saringan untuk mencegah induk ikan Nilem masuk ke kolam penetasan. Pipa tersebut merupakan pipa yang menghubungkan antara kolam pemijahan dan kolam penetasan.
Kedalaman kolam penetasan 0,5m dan dasar kolam diberi alas pasir. Pasir yang akan diberikan untuk alas harus dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan. Sebelah kolam penetasan dibuatkan kolam kecil dibawah saluran kolam penguras. Kolam kecil tersebut dapat dipasangi kantong dari kain untuk penangkapan benih ikan Nilem.
Jika kolam pemijahan dan kolam penetasan sudah siap, induk ikan Nilem dapat dilepas ke kolam pemijahan. Selanjutnya, aliran air yang masuk ke kolam pemijahan diperbesar untuk mempercepat proses pemijahan. Pemijahan induk ikan Nilemumumnya berlangsung menjelang subuh. Pemijahan terjadi di bagian kolam yang dangkal di depan pipa pengeluaran air.
Telur-telur hasil pemijahan yang telah dibuahi terbawa oleh aliran air ke kolam penetasan. Induk ikan nilem yang telah bertelur pada pagi harinya dapat ditangkap dan dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk. Telur-telur yang yang bertumpuk di daerah pemasukan air kolam penetasan sebaiknya di daerah pemasukan air kolam penetasan sebaiknya diratakan dengan bantuan sapu lidi. Kemudian, kolam penetasan diberi rumpon-rumpon atau daun pisang untuk mengurangi panas sinar matahari dan jatuhan dari hujan.
Dalam waktu 1-2 hari, telur akan menetas dan mencapai usia 5-7 hari benih ikan Nilem sudah dapat dipungut. Pemungutan ikan Nilem dapat dilakukan dengan mengambil daun pelindungdan dibelakang pipa penguras dipasang bentangan kain halus ukuran 0,50m x 0.50m yang lekukannya tenggelam dikolam kecil atau salran air. Tutup pipa penguras dibuka dan benih ikan yang terapung kain karena terbawa aliran air dapat diambil sedikit demi sedikit dengan menggunakan cangkir untuk dipindahkan ke waskom untuk penampungan benih.
B. Cara Tarogong
Pembiakan ikan Nilem cara Tarogong tidak digunakan kolam pemijahan yang khusus, tetapi satu kolam digunakan untuk pemeliharaan induk, pembesaran, dan sekaligus untuk pemijahan. Untuk pemijahan di kolam dibuatkan kolam tersendiri di sudut kolam yang dihubungkan dengan pipa pengeluaran. Di depan pipa pengeluaran air diberi kerikil dan kedalaman kolam sebaiknya 0,15m
. Selanjutnya, kolam pemijahan dipasangi saringan anyaman bambu yang berlubang 1 cm, sehingga induk ikan tidak dapat keluar lewat pipa. Jika pemijahan sudah berlangsung di sudut kolam, sebaiknya sudut kolam diberi rumpon atau ditutup daun pisang.
Pipa pengeluaran air dihubungkan dengan kolam penampungan telur yang berukuran 2,0m x 2,0m dengan kedalaman 0,25m. Kolam penetasan dapat diusahakan di lokasi lain, tapi dasar kolam penetasan diusahakan berpasir dan memperoleh air yang jernih. Kolam penampungan telur dapat juga digunakan untuk kolam penetasan.
Apabila akan memijahkan induk ikan Nilem, sebaiknya pemasukan air ke kolam induk ikan ditutup selama satu minggu. Permukaan air kolam dibiarkan menurun karena penguapan atau perembesan. Sementara kolam penampungan telur dan kolam penetasan dibersihkan dan dasarnya yang berpasir dicuci. Pencucian pasir dilakukan dengan cara diaduk-aduk sambil diairi agar lumpur terbawa aliran air keluar kolam.
Jika semua persiapan telah diselesaikan, kolam pemeliharaan induk ikan diisi air sebanyak-banyaknya. Setelah permukaan air sudah cukup tinggi, pipa pengeluaran dibuka menuju kolam penetasan. Umumnya, ikan Nilem akan memijah pada dini hari di depan pipa pengeluaran yang berhubungan dengan kolam penampungan telur.
Jika banyak induk yang dipijahkan, maka akan banyak telur yang bertumpuk-tumpuk di kolam penampungan telur. Oleh karena itu, telur-telur yang bertumpuk-tumpuk perlu diambil dengan menggunakan dipnet bergaris tengah 15 mm, kemudian dimasukkan ember dan dipindahkan ke kolam penetasan yang dilindungi daun pisang. Benih ikan Nilem yang telah berusia 5-7 hari sudah dapat dipungut dan dipelihara di kolam pendederan.
Cara Magek
Pembiakan ikan Nilem cara Magek menggunakan kolam pemijahan berukuran 0,25m x 0,60m dengan kedalaman 0,46m. Air masuk ke kolam pemijahan melalui kolam pengendapan. Antara kolam pengendapan, kolam pemijahan, dan kolam penetasan dihubungkan dengan pembuluh bambu. Ukuran kolam penetasan telur sekitar 4m2.
Induk ikan Nilem yang akan dipijahkan dilepas pada sore hari agar pada malan harinya induk melakukan pemijahan. Telur hasil pemijahan akan hanyut terbawa aliran ke kolam penetasan yang dasarnya berpasir. Jika pemijahan telah selesaialiran air dapat dihentikan atau diperkecil dan induk ikan Nilem dapat diambil untuk dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk.
Setelah telur menetas, dalam waktu usia 5-7 hari, benih ikan sudah dapat dipungut dengan cara membuka pembuluh penguras, sehingga binih ikan terbawa aliran air dan ditampung dalam kantong kain halus. Kemudian, benih yang telah tertampung dalam kantong halus dipindahkan ke kolam pembesaran.
Cara Wanaraja
Pembiakan ikan Nilem cara Wanaraja merupakan modifikasi cara Tarogong. Namun, pada pembiakan cara Wanaraja ini kolam penetasan dihubungkan langsung dengan kolam pendederan atau pembesaran.
Kualitas Air
Ikan Nilem dapat dipelihara dengan baik di daerahyang berketinggian 150m -1000m dari permukaan laut. Daerah yang ideal untuk budidaya ikan Nilem adalah daerah yang memiliki ketinggian 800m dari permukaan laut dengan temperatur air 18oC-28oC(Murtidjo,2005). Selain itu, ikan Nilem merupakan ikan yang hidup pada daerah aliran yang deras. Sehinga kadar O2 terlarut juga harus diperhatikan. Oksigen terlarut sebanyak 1,0 mg/l merupakan konsentrasi minimum yang untuk mendukung ikan istirahat beberapa jam, dan jika dikeluarkan untuk beberapa hari pada konsentrasilarutan oksigen yang kurang dari 1,5 mg/l, kebanyakan ikan akan mati. Sehingga konsentrasi larutan oksigen di bawah 5,0 mg/l sebagai suatu hal yang kurang baik di kolam (Swingle, 1969 dalam Andajani, 2005).
Pengendalian Penyakit
Pengendalian pada kolam adalah cukup dengan memberi pengapuran pada kolam sebelum ikan dipelihara. Selain itu ada beberapa jenis obat yang sumbernya dapat dipeoleh dari alam, seperti rotenon, saponin, dan nikotin(Afrianto dan Liviawati, 2006).

Teknik budiaya ikan mas

2.1. Morfologi ikan masDalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut:Kelas : OsteichthyesAnak kelas : ActinopterygiiBangsa : CypriniformesSuku : CyprinidaeMarga : CyprinusJenis : Cyprinus carpio L.
Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau stain. Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah sebagai berikut:
Ikan mas punten: sisik berwarna hijau gelap; potongan badan paling pendek; bagian punggung tinggi melebar; mata agak menonjol; gerakannya gesit; perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan antara 2,3:1.
Ikan mas majalaya: sisik berwarna hijau keabu-abuan dengan tepi sisik lebih gelap; punggung tinggi; badannya relatif pendek; gerakannya lamban, bila diberi makanan suka berenang di permukaan air; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,2:1.
Ikan mas si nyonya: sisik berwarna kuning muda; badan relatif panjang; mata pada ikan muda tidak menonjol, sedangkan ikan dewasa bermata sipit; gerakannya lamban, lebih suka berada di permukaan air; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,6:1.
Ikan mas taiwan: sisik berwarna hijau kekuning-kuningan; badan relatif panjang; penampang punggung membulat; mata agak menonjol; gerakan lebih gesit dan aktif; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,5:1.
Ikan mas koi: bentuk badan bulat panjang dan bersisisk penuh; warna sisik bermacam-macam seperti putih, kuning, merah menyala, atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Beberapa ras koi adalah long tail Indonesian carp, long tail platinm nishikigoi, platinum nishikigoi, long tail shusui nishikigoi, shusi nishikigoi, kohaku hishikigoi, lonh tail hishikigoi, taishusanshoku nshikigoi dan long tail taishusanshoku nishikigoi. Dari sekian banyak strain ikan mas, di Jawa Barat ikan mas punten kurang berkembang karena diduga orang Jawa Barat lebih menyukai ikan mas yang berbadan relatif panjang. Ikan mas majalaya termasuk jenis unggul yang banyak dibudidayakan.
2.2. Persyaratan lokasi
Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl.
Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
Ikan mas dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha, sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras debitnya 100 liter/menit/m³.
Keasaman air (pH) yang baik adalah antara 7-8.
Suhu air yang baik berkisar antara 20-25°C.
2.3. Pedoman teknis budidaya
Penyiapan Sarana dan Peralatan
KolamLokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2.5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
1. Kolam pemeliharaan indukLuas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.
Kolam pemijahan.Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m² dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.
Kolam pendederanBentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 25-500 m 2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m 2 per petak. Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.
PeralatanAlat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan mas diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan mas antara lain adalah warring / scoopnet yang halus, ayakan panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm keatas), anco/hanco (untuk menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).
Persiapan MediaYang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dlsb. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/meter persegi, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.
Pembibitan
Pemilihan Bibit dan IndukUsaha pembenihan ikan mas dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara tradisional, semi intensif dan secara intensif. Dengan semakin meningkatnya teknologi budidaya ikan, khususnya teknologi pembenihan maka telah dilaksanakan penggunaan induk-induk yang berkualitas baik. Keberhasilan usaha pembenihan tidak lagi banyak bergantung pada kondisi alam namun manusia telah banyak menemukan kemajuan diantaranya pemijahan dengan hipofisisasi, peningkatan derajat pembuahan telur dengan teknik pembunuhan buatan, penetasan telur secara terkontrol, pengendalian kuantitas dan kualitas air, teknik kultur makanan alami dan pemurnian kualitas induk ikan. Untuk peningkatan produksi benih perlu dilakukan penyeleksian terhadap induk ikan mas.
Adapun ciri-ciri induk jantan dan induk betina unggul yang sudah matang untuk dipijah adalah sebagai berikut:
Betina: umur antara 1,5-2 tahun dengan berat berkisar 2 kg/ekor; Jantan: umur minimum 8 bulan dengan berat berkisar 0,5 kg/ekor.
Bentuk tubuh secar akeseluruhan mulai dari mulut sampai ujung sirip ekor mulus, sehat, sirip tidak cacat.
Tutup insan normal tidak tebal dan bila dibuka tidak terdapat bercak putih; panjang kepala minimal 1/3 dari panjang badan; lensa mata tampak jernih.
Sisik tersusun rapih, cerah tidak kusam.
Pangkal ekor kuat dan normal dengan panjang panmgkal ekor harus lebih panjang dibandingkan lebar/tebal ekor.
Sedangkan ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
Betina
Badan bagian perut besar, buncit dan lembek.
Gerakan lambat, pada malam hari biasanya loncat-loncat.
Jika perut distriping mengeluarkan cairan berwarna kuning.
Jantan
Badan tampak langsing.
Gerakan lincah dan gesit.
Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.
Sistim Pembenihan/PemijahanSaat ini dikenal dua macam sistim pemijahan pada budidaya ikan mas, yaitu
Sistim pemijahan tradisionalDikenal beberapa cara melakukan pemijahan secara tradisional, yaitu:
Cara sunda:
luas kolam pemijahan 25-30 meter persegi, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari;
disediakan injuk untuk menepelkan telur;
setelah proses pemijahan selesai, ijuk dipindah ke kolam penetasan.
Cara cimindi:
luas kolam pemijahan 25-30 meter persegi, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam penetasan
disediakan injuk untuk menepelkan telur, ijuk dijepit bambu dan diletakkan dipojok kolam dan dibatasi pematang antara dari tanah;
setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan ke kolam lain;
tujuh hari setelah pemijahan ijuk ini dibuka kemudian sekitar 2-3 minggu setelah itu dapat dipanen benih-benih ikan.
Cara rancapaku:
luas kolam pemijahan 25-30 meter persegi, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam penetasan, batas pematang antara terbuat dari batu
disediakan rumput kering untuk menepelkan telur, rumput disebar merata di seluruh permukaan air kolam dan dibatasi pematang antara dari tanah;
setelah proses pemijahan selesai induk tetap di kolam pemijahan.;
setelah benih ikan kuat maka akan berpindah tempat melalui sela bebatuan, setelah 3 minggu maka benih dapat dipanen.
Cara sumatera:
luas kolam pemijahan 5 meter persegi, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam penetasan;
disediakan injuk untuk menepelkan telur, ijuk ditebar di permukaan air;
setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan ke kolam lain;
setelah benih berumur 5 hari lalu pindahkan ke kolam pendederan.
Cara dubish:
sebagai media penempel telur digunakan tanaman hidup seperti Cynodon dactylon setinggi 40 cm; luas kolam pemijahan 25-50 meter persegi, dibuat parit keliling dengan lebar 60 cm dalam 35 cm, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam penetasan
setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan ke kolam lain;
setelah benih berumur 5 hari lalu pindahkan ke kolam pendederan.
Cara hofer:
sama seperti cara dubish hanya tidak ada parit dan tanaman Cynodon dactylon dipasang di depan pintu pemasukan air.
Sistim kawin suntikPada sisitim ini induk baik jantan maupun betina yang matang bertelur dirangsang untuk memijah setelah penyuntikan ekstrak kelenjar hyphofise ke dalam tubuh ikan. Kelenjar hyphofise diperoleh dari kepala ikan donor (berada dilekukan tulang tengkorak di bawah otak besar). Setelah suntikan dilakukan dua kali, dalam tempo 6 jam induk akan terangsang melakukan pemijahan. Sistim ini memerlukan biaya yang tinggi, sarana yang lengkap dan perawatan yang intensif.
Pembenihan/PemijahanHal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemijahan ikan mas:
Dasar kolam tidak berlumpur, tidak bercadas.
Air tidak terlalu keruh; kadar oksigen dalam air cukup; debit air cukup; dan suhu berkisar 25 derajat C.
Diperlukan bahan penempel telur seperti ijuk atau tanaman air.
Jumlah induk yang disebar tergantung dari luas kolam, sebagai patokan seekor induk berat 1 kg memerlukan kolam seluas 5 meter persegi.
Pemberian makanan dengan kandungan protein 25%. Untuk pellet diberikan secara teratur 2 kali sehari (pagi dan sore hari) dengan takaran 2-4% dari jumlah berat induk ikan.
Pemeliharaan Bibit/PendederanPendederan atau pemeliharaan anak ikan mas dilakukan setelah telur-telur hasil pemijahan menetas. Kegiatan ini dilakukan pada kolam pendederan (luas 200-500 meter persegi) yang sudah siap menerima anak ikan dimana kolam tersebut dikeringkan terlebih dahulu serta dibersihkan dari ikan-ikan liar. Kolam diberi kapur dan dipupuk sesuai ketentuan. Begitu pula dengan pemberian pakan untuk bibit diseuaikan dengan ketentuan. Pendederan ikan mas dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
Tahap I: umur benih yang disebar sekitar 5-7 hari(ukuran1-1,5 cm); jumlah benih yang disebar=100-200 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 2-3 cm.
Tahap II: umur benih setelah tahap I selesai; jumlah benih yang disebar=50-75 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 3-5 cm.
Tahap III: umur benih setelah tahap II selesai; jumlah benih yang disebar=25-50 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 5-8 cm; perlu penambahan makanan berupa dedak halus 3-5% dari jumlah bobot benih.
Tahap IV: umur benih setelah tahap III selesai; jumlah benih yang disebar=3-5 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 8-12 cm; perlu penambahan makanan berupa dedak halus 3-5% dari jumlah bobot benih.
Perlakuan dan Perawatan BibitApabila benih belum mencapai ukuran 100 gram, maka benih diberi pakan pelet 2 mm sebanyak 3 kali bobot total benih yang diberikan 4 kali sehari selama 3 minggu.
Pemeliharaan PembesaranPemeliharaan pembesaran dapat dilakukan secara polikultur maupun monokultur.
Polikultur : ikan mas 50%, ikan gurame 20% dan ikan mujair 30%.
MonokulturPemeliharaan sistem ini merupakan pemeliharaan terbaik dibandingkan dengan polikultur dan pada sistem ini dilakukan pemisahan antara induk jantan dan betina.
PemupukanPemupukan dengan kotoran kandang (ayam) sebanyak 250-500 gram/m 2 , TSP 10 gram/m 2 , Urea 10 gram/m 2 , kapur 25-100 gram/m 2 . Setelah itu kolam diisi air 39\0-40 cm. Biarkan 5-7 hari. Dua hari setelah pengisian air, kolam disemprot dengan insektisida organophosphat seperti Sumithion 60 EC, Basudin 60 EC dengan dosis 2-4 ppm. Tujuannya untuk memberantas serangga dan udang-udangan yang memangsa rotifera. Setelah 7 hari kemudian, air ditinggikan sekitar 60 cm. Padat penebaran ikan tergantung pemeliharaannya. Jika hanya mengandalkan pakan alami dan dedak, maka padat penebaran adalah 100-200 ekor/m 2 , sedangkan bila diberi pakan pellet, maka penebaran adalah 300-400 ekor/m 2 (benih lepas hapa). Penebaran dilakukan pada pagi/sore hari saat suhu rendah.
Pemberian PakanDalam pembenihan secara intensif biasanya diutamakan pemberian pakan buatan. Pakan yang berkualitas baik mengandung zat-zat makanan yang cukup, yaitu protein yang mengandung asam amino esensial, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Perawatan larva dalam hapa sekitar 4-5 hari. Setelah larva tidak menempel pada kakaban (3-4 hari kemudian) kakaban diangkat dan dibersihkan. Pemberian pakan untuk larva, 1 butir kuning telur rebus untuk 100.000 ekor/hari. Caranya kuning telur dibuat suspensi (1/4 liter air untuk 1 butir), kuning telur diremas dalam kain kemudian diberikan pada benih, perawatan 5-7 hari.
Pemeliharaan Kolam/TambakDalam hal pemeliharaan ikan mas yang tidak boleh terabaikan adalah menjaga kondisi perairan agar kualitas air cukup stabil dan bersih serta tidak tercemari/teracuni oleh zat beracun.
2.4. Panen
Pemanenan Benih Sebelum dilakukan pemanenan benih ikan, terlebih dahulu dipersiapkan alat-alat tangkap dan sarana perlengkapannya. Beberapa alat tangkap dan sarana yang disiapkan diantaranya keramba, ember biasa, ember lebar, seser halus sebagai alat tangkap benih, jaring atau hapa sebagai penyimpanan benih sementara, saringan yang digunakan untuk mengeluarkan air dari kolam agar benih ikan tidak terbawa arus, dan bak-bak penampungan yang berisi air bersih untuk penyimpanan benih hasil panen. Panen benih ikan dimulai pagi-pagi, yaitu antara jam 04.00–05.00 pagi dan sebaiknya berakhir tidak lebih dari jam 09.00 pagi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terik matahari yang dapat mengganggu benih ikan kesehatan tersebut. Pemanenan dilakukan mula-mula dengan menyurutkan air kolam pendederan sekitar pkul 04.00 atau 05.00 pagi secara perlahan-lahan agar ikan tidak stres akibat tekanan air yang berubah secara mendadak. Setelah air surut benih mulai ditangkap dengan seser halus atau jaring dan ditampung dalam ember atau keramba. Benih dapat dipanen setelah dipelihara selama 21 hari. Panenan yang dapat diperoleh dapat mencapai 70-80% dengan ukuran benih antara 8-12 cm.
Cara Perhitungan Benih Untuk mengetahui benih ikan hasil panenan yang disimpan dalam bak penyimpanan maka sebelum dijual, terlebih dahulu dihitung jumlahnya. Cara menghitung benih umumnya dengan memakai takaran, yaitu dengan menggunakan sendok untuk larva dan kebul, cawan untuk menghitung putihan, dan dihitung per ekor untuk benih ukuran glondongan. Penghitungan benih biasanya dengan cara:
Penghitungan dengan sendok.
Penghitungan dengan mangkok.
PembersihanPada umumnya, dasar kolam pendederan sudah dirancang miring dan ada saluran di tengah kolam, selain itu pada dasar kolam tersebut ada bagian yang lebih dalam dengan ukuran 1-2 meter persegi sehingga ketika air menyurut, maka benih ikan akan mengumpul di bagian kolam yang dalam tersebut. Benih ikan lalu ditangkap sampai habis dan tidak ada yang ketinggalan dalam kolam. Benih ikan tersebut semuanya disimpan dalam bak-bak penampungan yangtelah disiapkan.
Pemanenan Hasil PembesaranUntuk menangkap/memanen ikan hasil pembesaran umumnya dilakukan panen total. Umur ikan mas yang dipanen berkisar antara 3-4 bulan dengan berat berkisar antara 400-600 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm. Petak pemanenan / petak penangkapan dibuat seluas 2 meter persegi di depan pintu pengeluaran (monnik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.
2.5. Pascapanen
Penanganan pascapanen ikan mas dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.
Penanganan ikan hidupAdakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat C.
Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
Penanganan ikan segarIkan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan erbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai berikut:
Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
Sistem terbukaDilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
Sistem tertutupDilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik:
masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih;
hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air;
alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:2);
kantong plastik lalu diikat.
kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut:
Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.
Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1- 2 menit.
Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.
KESIMPULAN
Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa, danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan budidaya ikan mas dii Indonesia.
banyak potensi pendukung lainnya yang dilaks

Mengelola Ikan Secara Bertanggung Jawab

Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah. Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber daya yang sangat potensial ini-sebagai sumber protein yang sehat dan murah-bisa terancam kelestariannya.
Karena itu, sidang Organisasi Pangan Sedunia (FAO) memperkenalkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sejak 1995. Konsep yang diterjemahkan sebagai Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) tersebut telah diadopsi oleh hampir seluruh anggota badan dunia sebagai patokan pelaksanaan pengelolaan perikanan. Sekalipun sifatnya sukarela, banyak negara telah sepakat bahwa CCRF merupakan dasar kebijakan pengelolaan perikanan dunia. Dalam pelaksanaannya, FAO telah mengeluarkan petunjuk aturan pelaksanaan dan metode untuk mengembangkan kegiatan perikanan yang mencakup perikanan tangkap dan budidaya. Sejak pertengahan tahun 1990-an, sebagian ahli perikanan dunia memang telah melihat adanya kecenderungan hasil tangkapan perikanan global yang telah mencapai titik puncak. Bahkan di beberapa wilayah dunia, produksi perikanan telah menunjukkan gejala tangkap lebih (overfishing). Meningkatnya jumlah ikan yang ditangkap bisa dilihat pada gambar 1. Kondisi overfishing di beberapa bagian dunia dapat dibuktikan dengan membuat analisis rantai makanan (trophic level) terhadap ikan-ikan yang tertangkap. Hasil yang ada menunjukkan bahwa aktivitas perikanan oleh manusia menurunkan populasi ikan-ikan jenis predator utama, seperti tuna, marlin, cucut (Myers dan Worm, 2003).
Dengan jumlah alat tangkap yang dimiliki armada perikanan dunia saat ini serta dibarengi kemajuan teknologi yang ada, nelayan modern tidak perlu lagi mencari-cari daerah penangkapan terlalu lama seperti yang dilakukan generasi terdahulu, di mana mereka harus berlayar berhari-hari untuk mencapai fishing ground atau daerah penangkapan ikan.
Akibat dari berkurangnya populasi ikan pada trophic level tinggi, tingkat eksploitasi terhadap jenis ikan yang berada pada tingkat trophic level yang lebih rendah, seperti ikan-ikan pelagis kecil dan cumi-cumi, akan meningkat. Kecenderungan demikian disebut Fishing Down Marine Food Web, yang pertama kali diperkenalkan Pauly et al, 2002.
Ilustrasi pada gambar 2 memperlihatkan gejala Fishing Down Marine Food Web seperti yang dimaksud. Kecenderungan ini tidak bisa dibiarkan karena pada akhirnya manusia hanya akan bisa menyantap sup ubur-ubur dan plankton.
Pengelolaan di Indonesia
Bagaimana pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia?
Sampai saat ini pihak pemerintah, yakni Departemen Kelautan dan Perikanan yang merupakan pengelola sumber daya perikanan, terus mencari dan menyempurnakan cara yang tepat untuk diterapkan. Salah satu contoh adalah pembagian daerah perairan Indonesia menjadi sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Pembagian wilayah ini didasarkan pada daerah tempat ikan hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan.
Pengelompokan tidak didasarkan pada kemiripan ekosistem yang ada, tetapi lebih kepada lokasi pendaratan ikan. Hal ini berpotensi misleading karena dapat terjadi bahwa WPP Laut Jawa dianggap memproduksi tuna tinggi, padahal tuna tersebut sebenarnya berasal dari Samudra Hindia. Tuna ini seolah-olah berasal dari Laut Jawa karena didaratkan di Pelabuhan Muara Baru Jakarta, yang masuk WPP Laut Jawa.
Aspek pengelolaan wilayah ini erat kaitannya dengan kondisi stok ikan di perairan Indonesia. Kemampuan menduga jumlah populasi ikan (stock assessment) secara akurat sangat ditentukan ketersediaan informasi dan data yang tepat. Hal ini sudah menjadi perhatian para peneliti maupun pengambil kebijakan di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan.
Namun, penentuan jumlah tangkap maksimum lestari (maximum sustainable yield) atau yang lazim dikenal dengan MSY perlu disikapi hati- hati. Berbagai asumsi dalam perhitungan MSY telah banyak berubah dan tidak valid lagi. Salah satu contoh adalah faktor teknologi yang berkembang dengan pesat sehingga kemampuan penangkapan oleh satu unit alat tangkap (catch per unit effort/CPUE) akan sangat dinamis mengikuti perkembangan teknologi. Artinya, koefisien kemampuan penangkapan (catchability coefficient) yang digunakan dalam perhitungan MSY tidak dapat dianggap konstan karena sangat bergantung pada perkembangan teknologi.
Yang tak dilaporkan
Hal lain yang ingin di tekankan adalah pemahaman mengenai Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Setiap tahun Indonesia rugi Rp 1-4 miliar dollar AS akibat kegiatan pencurian ikan. Selain kerugian finansial, kerugian terbesar dialami sumber daya perikanan itu sendiri.
Apabila dijumlahkan secara keseluruhan, hasil tangkapan yang tergolong dalam IUU Fishing akan terlihat bahwa kerugian yang dialami Indonesia adalah sangat signifikan. Berdasarkan hasil penelitian global diperkirakan IUU Fishing mencapai 30-40 persen dari hasil tangkapan total. Dalam definisi kegiatan ilegal pencurian ikan, dimasukkan pula kategori hasil tangkapan yang tidak dilaporkan (unreported).
Termasuk di dalamnya adalah hasil tangkapan sampingan (by catch) dan kegiatan perikanan yang tidak diatur dalam sistem peraturan dan perundang-undangan (unregulated). Terhadap kedua kategori tersebut, masih sangat minim perhatian yang diberikan, baik oleh para peneliti maupun pengelola perikanan Indonesia.
Dalam banyak kesempatan, komponen unreported dan unregulated masih dianggap tabu untuk dilaporkan, atau tidak perlu dilaporkan sama sekali. Padahal, untuk mengelola suatu sumber daya perikanan yang besar, seperti yang dimiliki Indonesia, persoalan resource accounting sangat penting. Ini untuk memberikan informasi akurat tentang berapa besar sumber daya (perikanan) yang dimiliki dan berapa banyak pula jumlah yang diekstrak dari total ketersediaan sumber daya tersebut melalui kegiatan resmi perikanan.
Saat ini kegiatan pencurian ikan telah menjadi isu yang sangat penting dalam manajemen perikanan dunia. Masalah ini telah berkembang menjadi masalah global sehingga FAO mengeluarkan guideline dalam bentuk Rencana Kerja Internasional (International Plan of Action) sebagai usaha internasional untuk pencegahan dan pemberantasan kegiatan yang sangat merugikan ini.
Saran pengelolaan
Agar pengelolaan optimal, berbagai informasi seperti data hasil tangkapan (jenis ikan, ukuran, dan jumlah), daerah tangkapan (fishing ground) serta upaya penangkapan (effort) merupakan informasi kunci untuk dapat membuat suatu analisis pendugaan stok (stock assessment) yang baik.
Keberhasilan analisis stock assessment sangat bergantung pada akurasi data yang dipakai. Pembagian WPP yang ada saat ini lebih ditujukan untuk memudahkan sistem pendataan. Perlu kiranya dipikirkan untuk membuat pengelompokan berdasarkan kondisi lingkungan perairan dan sifat- sifat bio-ekologis sumber daya perikanan yang terkandung di dalamnya.
Hasil kajian para pakar perikanan Indonesia menunjukkan kondisi tangkap lebih (overfishing) pada beberapa wilayah perairan Indonesia termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Keadaan demikian mengharuskan pihak pengelola (DKP) untuk membatasi pemberian izin penangkapan ikan di daerah-daerah tersebut.
Perlu dilakukan rasionalisasi penangkapan (effort rationalization) untuk mendorong tingkat pemanfaatan yang berlebihan di suatu wilayah menjadi berkurang atau terdistribusi secara lebih merata. Hal ini dapat dilihat dari ketidak- seimbangan fishing effort antara Indonesia bagian Barat dan Indonesia bagian Timur. Di bagian lain, strategi untuk memperkuat peraturan dan perundang-undangan yang jelas dan disiplin dalam membatasi masuknya perusahaan dan individu baru dalam kegiatan perikanan harus ditingkatkan.
Agar semua berjalan baik, diperlukan adanya peraturan dan perundang-undangan yang jelas untuk mengawasi jalannya pemberian izin penangkapan ikan dan budidaya. Pemanfaatan alat tangkap yang merusak lingkungan, seperti trawl, bahan peledak, dan racun sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup biota lainnya di dalam ekosistem sebaiknya dilarang.
Langkah terakhir dalam menyelamatkan sumber daya ikan, terutama di laut, adalah menciptakan daerah-daerah perlindungan laut (marine protected areas). Opsi ini adalah kunci keberhasilan pengelolaan perikanan berbasis lingkungan. Sama halnya dengan makhluk hidup lainnya, di mana diperlukan tempat yang aman dari pemangsaan, demikian pula halnya dengan populasi ikan di laut. Dengan diciptakannya daerah-daerah (zones) yang aman di dalam daerah perlindungan laut dari penangkapan (partial no-take zones), maka diharapkan populasi ikan yang telah mengalami tangkap lebih akan pulih.
Budidaya
Sebagai alternatif dari perikanan tangkap adalah perikanan budidaya meski tetap perlu disikapi hati-hati. Penyebabnya adalah apabila memelihara ikan predator, hal ini hanya akan membuat pembudidayaannya harus menangkap ikan secara berlebihan di laut untuk membuat pakan. Dengan kata lain, ikan-ikan budidaya jenis karnivora tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik bagi stok ikan di laut.
Apabila membudidayakan ikan-ikan jenis memiliki herbivora (trophic level rendah), maka hal ini akan memberikan nilai tambah dalam usaha konservasi populasi ikan di laut, karena tidak akan mengeksploitasi sumber daya ikan di laut untuk konsumsi ikan budidaya yang sebenarnya cocok untuk konsumsi manusia.
Penelitian yang mengarah pada pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan yang berbasis ekosistem sangat diperlukan untuk dijadikan dasar pengambilan kebijakan nasional maupun daerah. Hubungan antara kondisi perairan, seperti sifat-sifat oseanografis, dan sumber daya ikan yang terkandung di dalamnya harus dapat dimengerti dan dapat diakses dengan baik agar dapat dijadikan modal informasi bagi para nelayan dan petambak untuk menentukan kegiatan mereka.

EKOLOGI IKAN KERAPU BEBEK (Chromileptes altevelis)

ISTEMATIKA
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Percomorphi
Family : Serranidae
Genus : Chromileptes
Species : Chromileptes altevelis
2.2 CIRI UTAMA
Badan pipih
Tinggi bdan lebih pendek dari panjang kepala
Tinggi badan ½,6 sampai 1/3 panjang standart badannya
Bentuk kepala bagian atas cekung
Tubuh agak pucatberwarna coklat kehijauan bintik-bintik hitam bulat dan agak jarang pada kepala, badan maupun sirip, ujung semua sirip berbentuk bundar/busur.
2.3 INFORMASI UMUM
Wilayah perairan yang potensial bagi pengembangan usaha budidaya kerapu terdapat di 18 propinsi dengan luas total sekitar 500.000 ha. Daerah-daerah yang sangat potensial adalah Jawa Timur (87.000 ha), Jawa Tengah (127.000 ha), NTB (22.500 ha), Maluku (21.000 ha), dan Riau (22.600 ha).
Sewaktu masih berukuran benih, kerapu tikus merupakan ikan hias dengan nama “panther fish”, sedangkan setelah besar menjadi ikan konsumsi yang bergengsi, sehingga mahal harganya. Hidup di perairan karang yang masih baik, maupun yang telah rusak atau agak berlumpur. Dapat dipelihara di KJA, di bak maupun di tambak. Pertumbuhannya sangat lambat dibanding dengan jenis kerapu lainnya. Panjang total maksimum yang pernah dicatat adalah 70 cm.
Budidaya ikan kerapu bebek sudah barang tentu bukan hanya monopoli Indonesia. Banyak negara tetangga sudah pula mengembangkannya dan berpotensi menjadi pesaing. Mereka adalah Thailand, Philipina, Vietnam, Taiwan, dan Australia. Di Thailand penggunaan benih kerapu dari hatchery masih terbatas. Kebanyakan menggunakan benih dari hasil tangkapan di alam.produksi budidaya kebanyakan diekspor ke Malaysia, Singapura, Taiwan dan Hongkong. Di Philipina juga sudah dikembangkan, namun masih terhambat karena belum dikuasainya teknologi pembenihannya. Negara yang berpotensi menyaingi Indonesia adalah Vietnam. Negara ini telah memperoleh kemajuan pesat didalam mengembangkan teknologi pembenihan kerapu. Negara tersebut berhasil mengekspor kerapu hasil budidaya sebanyak 130 ton pada tahun 1995. dewasa ini, volume ekspor kerapu negara tersebut diduga sudah lebih meningkat. Pesaing potensial lainnya adalah Taiwan. Negara tersebut dewasa ini mempunyai sekitar 300 unit hatchery kerapu yang yang menghasilkan sekitar 20 juta ekor benih per tahun. Namun, kendala yang dihadapi dalam pembudidayaannya adalah terkait dengan kondisi lingkungan (iklim pada saat musim dingin). Negara lainnya adalah Australia. Namun, negara ini masih akan memerlukan waktu untuk dapat menyaingi Indonesia dalam pembenihan ikan kerapu.
2.4 JENIS PAKAN DAN KEBIASAAN MAKAN
Ikan kerapu bebek merupakan ikan karnivora dan tanggap terhadap pakan uatan asalkan dilatih terlebih dahulu. Untuk pembesaran jenis ikan ini diperlukan pellet terapung dengan kadar protein 47,5 %, lemak 8,2 %, serat kasar 8,54 % dan kalori total2,963 kcal kering.
Namun demikian, hingga sekarang belum tersedia formula pakan buatan yang mutunya memenuhi syarat bagi pertumbuhan jenis ikan ini. Kerapu bebek memerlukan vitamin C untuk mencegah stres yang diakibatkan oleh perlakuan dalam penanganan atau pemeliharaan. Jenis vitamin yang dianjurkan adalah L-askorbil-2-fosfat natrium dengan dosis 150 mg/kg pakan. Dosis vitamin C setinggi itu mamopu meningkatkan pertumbuhan, sintasan hidup dan efisiensi pakn serta kadar vitamin C dalam darah ikan kerapu bebek. Jenis karbohidrat yang sesuai untuk memberikan tingkat pertumbuhan ikan kerapu bebek adalah glukosa. Kadar protein terbaik untuk pembesaran ikan kerapu bebek adalah 45,3 %, sedangkan rasio protein-lemak adalah 4 : 1.
2.5 LAJU PERTUMBUHAN
Laju pertumbuhan ikan kerapu bebek yang diberi pakan ikan rucah tidak berbeda nyata dengan yang diberi pellet. Ikan yang dibri pakan rucah tumbuh dari berat awal 13,20 g menjadi 50,80 g dalam waktu 90 hari. Sedangkan ikan kerapu bebek yang diberi pakan pellet tumbuh dari berat awal 13,7 g menjadi 51,6 g dalam waktu yang sama.
2.6 REPRODUKSI
Kedewasaan pertama terjadi setelah ikan ini mencapai ukuran 1,5 kg. Ikan ini mempunyai sifat “protogynus hermaphrodite”, yaitu berubah kelamin dari betina ke jantan. Perubahan tersebut pada ikan ini terjadi setelah berukuran diatas 2,5-3,0 kg. seekor induk betina berukuran 3 – 4 kg dapat menghasilkan 200 – 300 ribu butir telur per satu kali memijah. Telur yang dibuahi akan mengapung dipermukaan air, sedangkan telur yang tidak dibuahi dan mati akan mengendap didasar pada slinitas air antara 28 -35 ppt.
2.7 HAMA DAN PENYAKIT
Di dalam tempat-tempat pemeliharaan seperti KJA, tanki atau bak jenis ikan ini sering menjadi sasaran berbagai parasit, bakteri, dan virus. Parasit yang paling sering dijumpai adalah Benedenia dan Neobenedenia yang hidup di kulit maupun insangnya. Serangan parasit ini dapat diatasi dengan merendamnya selama beberapa menit di dalam air tawar. Sedangkan jenis bakteri yang suka menyerang kerapu adalah Flexibakter dan Vibrio. Penyakit bakteri tersebut dapat diatasi dengan pemberian antibiotik seperti “oxytetracycline”. Penyakit lain yang sampai sekarang belum dapat diatasi adalah yang disebabkan ole virus VNN dan iridovirus. Golongan penyakit ini sangat merugikan. Disinilah pentingnya menyeleksi benih yang sehat sebelum ditebar ke dalam keramba.
DAFTAR PUSTAKA
Cholik, F, Ateng G. Jagatraya, Poernomo, Ahmad Jauzi , 2005. Aquakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Jakarta : Msyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Aquarium air Tawar Taman Mini Indonesia Indah 2005.
Akbar, S, Sudaryanto, 2002. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Jakarta : Penebar Swadaya.2.1 S

IKAN BARONANG ( Siganus spp. )

SISTEMATIKA
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Siganidae
Genus : Siganus
Species : Siganus spp
CIRI UTAMA
Jumlah duri sirip punggung ± 13.
Jumlah jari-jari lunak sirip punggung ± 10.
Jumlah duri sirip dubur ± 7.
Jumlah jari-jari lunak sirip dubur ± 9.
Badan berwarna keperakan di bagian punggung, putih pada bagian perut dan dada.
HABITAT
Ikan ini hidup di perairan payau dan laut di daerah tropis. Salinitas terbaik untuk inkubasi telur adalah 10-51 ppt dan untuk perkembangan larva yang masih mengandung kuning telur adalah 14-37 ppt.
INFORMASI UMUM
Di perairan Indonesia terdapat tidak kurang dari 7 spesies ikan baronang. Mereka adalah Siganus javus, S. argentimaculatus, S. vermiculatus, S. guttatus, S. spinus, S. rivulatus, dan S. canaliculatus. Diantara ketujuh jenis baronang tersebut yang potensial untuk di budidayakan adalah S. guttatus dan S. canaliculatus karena cepat tumbuh dan toleran terhadap kondisi berjejal dan stres. Selain itu, pada musim tertentu benih S. canaliculatus banyak terdapat di perairan alami. Di daerah-daerah tertentu ikan baronang sangat populer dan mempunyai nilai jual yang relatif tinggi seperti misalnya di Sulawesi Selatan. Di Singapura dan Malaysia etnis Cina setempat menghargai baronang bertelur dengan harga beberapa kali lipat barang tanpa telur, khususnya pada masa tahun baru imlek.
PAKAN DAN KEBIASAAN MAKAN
Jenis ikan ini cenderung disebut pemakan tumbuhan ( herbivora ). Di alam, ikan dingkis ( S. canaliculatus ) memakan tumbuhan air seperti Enhalus acoroides, Enteromorpha sp., Caulerpa sp. dan Hypnea sp. Di dalam tangki, ikan tersebut tidak mau memakan Enhalus, Thallasia sp. dan Halophyla ovalis, namun tanggap terhadap berbagai macam hijauan yang di berikan seperti daun singkong, hydrilla, rumput laut gracillaria, Entromorpha compressa dan E. intestinalis. Ikan ini mau pula menerima pelet dan bahkan sisa dapur.
Ikan baronang yang dipelihara di tambak memakan ganggang Chaetomorpha sp. dan klekap. Pada stadia larva, sebagaimana halnya dengan jenis-jenis ikan lainnya, ikan baronang menggunakan phyto dan zooplankton sebagai makanannya. Dalam percobaan pembenihan digunakan trocophore tiram ( oyster ) sebagai makanan larva yang telah terbuka mulut dan anusnya, dan kemudian dilanjutkan dengan rotifera dan pada stadia larva yang lebih lanjut dapat digunakan artemia.
LAJU PERTUMBUHAN
Laju pertumbuhan larva baronang yang diberi pakan buatan dengan kadar protein 40% selama 21 hari sebesar 7,80-8,35 % per hari. Percobaan di tambak menghasilkan pertumbuhan baronang dari berat awal 44,60 gram menjadi 165,55 gram dalam kurun waktu pemeliharaan 84 hari. Selama pemeliharaan ikan diberi makan pelet. Laju pertumbuhan S. guttatus dapat diperbaiki dengan menyuntikan thyroxine atau triiodothyroxine kedalam induk betina yang akan di pijahkan.
REPRODUKSI
Induk jantan S. javus mulai matang kelamin pada ukuran panjang 27,0-36,6 cm dan berat 650-800 gram, sedangkan ikan-ikan jantan dan betina S. canaliculatus telah matang kelamin pada ukuran masing-masing 18,6 cm dan 22 cm. Pematangan gonad dan pemujahan secara alami induk ikan baronang dapat terjadi di lingkungan bak dengan lingkungan air laut dengan salinitas 28-30 ppm dan suhu antara 23-32 oC. Pematangan tersebut terjadi sepanjang tahun. Namun demikian, pemijahan ikan ini dapat dirangsang dengan penyuntikan hormon hCG, apabila ukuran telur induk betina masih lebih kecil dari 0,45 mm. Induk yang memiliki telur lebih besar akan memijah sejara alami. Fekunditas kelompok ikan ini sekitar 420.000 butir telur dengan daya pembuahan 96 % dan daya tetas telur 56 %. Penyuntikan mingguan tampaknya mampu meningkatkan produksi sperma jantan ikan baronang. Namun, pengaruhnya hanya terbatas pada penyuntikan selama 3 minggu berturut-turut.
HAMA DAN PENYAKIT
Serangan penyakit kehilangan keseimbangan ( “whirling diseases” ) pada larva ikan S. lineatus setelah diberi pakan artemia. Ikan baronang ( S. guttatus ) yang terserang oleh parasit sejenis dinoflagelata, yaitu Amyloodinium ocellatum. Ikan baronang yang terinfeksi berat oleh infeksi ini menunjukkan gejala-gejala berenang mgap-megap dipermukaan, emasiasi, muncul warna merah sekeliling mulut dan menunjukkan gejala anemia. Organ yang diserang adalah insang. Infeksi berat parasit ini dapat berakibat kematian.
Sumber : Aquakultur tumpuan harapan masa depan bangsa.

Daftar Himpunan/Asosiasi Perikanan

No.
Nama Himpunan/Asosiasi
Alamat dan Nomor Telepon
1.Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)
Jl. H. Juanda No. 2, Jakarta PusatTelp. (021) 3813976Fax. (021) 3813976
2.Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN)
Wisma Daria Lt. 3 R. 304Jl. Iskandarsyah Raya No. 7Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12160Telp. (021) 72794407Fax. (021) 7294405
3.Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (GAPPINDO)
Wisma Sakura Lt. 2Jl. Hati Suci No. 4 Taman Kebon Siri, Jakarta Pusat 10250Telp. (021) 3910481Fax. (021) 3910480
4.Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI)
Wisma Daria Lt. 3Jl. Iskandarsyah Raya No. 7, Kebayoran Baru, Jakarta SelatanTelp. (021) 72794407Fax. (021) 72794405
5.Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI)
Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan IPBJl. Dermaga, BogorTelp. (0251) 622909Fax. (0251) 622907
6.Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN)
Central Plaza Building 19th floorJl. Jend. Sudirman Kav. 48, Jakarta Pusat atau Wisma Panutan Jl. Muara Baru Ujung Blok B 25 Jakarta UtaraTelp. (021) 5250629, 5207990 atauTelp. (021) 4700409, 4892282
7.Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang Indonesia (HPPI)
Gedung Arsa Lt.2 Jl. Siaga Raya No. 31, Jakarta Selatan Telp. (021) 7987309
8.Serikat Nelayan Nusantara (SENUSA)
Jl. Mampang Prapatan XV No. 99, Mampang, Jakarta SelatanTelp. (021) 7993580Fax. (021) 7993566
9.Asosiasi Tuna Long Line Indonesia (ATLI)
Jl. Mampang Prapatan XV No. 99, Mampang,Jakarta SelatanTelp. (021) 7993580Fax. (021) 7993566
10.Asosiasi Pengusaha Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI)
Inti Utama Building Jl. Cipinang Indah Raya No. 1 Jakarta TimurTelp. (021) 8196910, 8508587
11.Asosiasi Pengusaha Non Tuna dan Non Udang Indonesia (ASPINTU)
Telp. (021) 3807838Fax. (021) 6916750
12.Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang Indonesia (HPPI)
Telp. (021) 72780627Fax. (021) 72780552
13.Asoasiasi Pengusaha Coldstorage Indonesia (APCI)
Telp.(021) 6620972, 6695222Fax. (021) 6691329
14.IKPI
Jl. Ir. Juanda No. 20 Jakarta 10120Telp. (021) 3451118, 3440741Fax. (021) 3806177
15.Asosiasi Pengusaha Pengelola Hasil Perikanan Indonesia (APEHAPI)
Jl. Angkasa No. 18/G-HKemayoran, JakartaTelp. (021) 4203327Fax. (021) 4248432
16.Asosiasi Koral kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKI)
Djajanti Plaza Lt. 5 Jl. Fachrudin No. 19 Jakarta PusatTelp. (021) 3907001 Ekt. 521Fax. (021) 3907008
Jl. Boulevard Raya Blok RA 19/15 Kelapa GadingJakarta 14250Telp. (021) 4548970Fax. (021) 4586114
17.sosiasi Pengusaha Rumput Laut (ARLI)
Gedung II BPPT Lt. 15Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta PusatTelp. (021) 3169537
18.sosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI)
Jl. Duren Tiga No. 35, Mampang Prapatan, Jakarta SelatanTelp. (021) 7992680
19.Asosiasi Pengusaha Pakan Udang Indonesia (APPUI)
Jl. Ancol Barat Blok A5/E10, Jakarta UtaraTelp. (021) 6930567, 6930568
20.Asosiasi Pengusaha Pembenihan Udang (APPU)
Jl. Kranggan No. 103, Surabaya, Jawa TimurTelp. (031) 5316979Fax. (031) 572265
21.Asosiasi Pengusaha Ikan Sidat Indonesia (APISI)
Jl. Kebahagiaan No. 77, Krukut, Jakarta BaratTelp. (021) 6336354Fax. (021) 6336838
22.impunan Ikan Hias Indonesia (PIHI)
Jl. Harsono RM No. 10, Ragunan, Pasar Minggu Jakarta SelatanTelp.(021) 7800636Fax.(021) 7800636
23. DPP Persatuan Pelayaran Niaga Indonesia (DPP INSA)
Jl. Tanah Abang III Jakarta PusatTelp. (021) 3447149, 3850993Fax. (021) 3849522
24.DPP Pelayaran Rakyat (DPP PELRA)
Jl. Pinisi No. 6 Pelabuhan Sunda Kelapa JakartaTelp. (021) 6922144
25.DPP Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (DPP APBMI)
Jl. Swasembada Timur XI No. 9 Jakarta Utara Telp. (021) 4356929Fax. (021) 4356930
26.Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO)
Jl. Kriya Agung No. 77 Jakarta14350Telp. (021) 6411513Fax. (021) 6404253
27.Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai - Danau dan Penyeberangan (GAPASDAP)
Jl. Wolter Mongonsidi No. 91 Kebayoran Baru, Jakarta SelatanTelp. (021) 7398109, 7245906Fax. (021) 7398109
28.Angkutan Sungai - Danau dan Penyebrangan ASDP (BUMN)
Jl. Jend. A. Yani Kav. 52 A JakartaTelp. (021) 4208911Fax. (021) 4210544
29.esatuan Pelaut Indonesia (KPI)
Jl. Cikini Raya No. 49 Jakarta PusatTelp. (021) 3141495Fax. (021) 3141491
30.Himpunan Ahli Teknologi Maritim (HATMI)
Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta PusatTelp. (021) 3156860 Ext. 138Fax. (021) 3169729
31.Forum Masyarakat Maritim Indonesia (FMMI)
Jl. Pacuan Kuda - Pulo Mas No. 1 - 5 JakartaTelp. (021) 4714941 Ex. 16 - 40Fax. (021 4718050, 4718051
32.Lembaga Bina Hukum Laut Indonesia (LBHLI)
Jl. Yusuf Adiwinata No. 33 JakartaTelp. (021) 3905755Fax. (021) 3905772
33.Konsorsium Perusahaan Pengawakan Kapal (CIMA)
Jl. MT. Haryono No. 2 Jakarta Selatan 12810Telp. (021) 8290308, 8301606Fax. (021) 8301723
34.perum Prasarana Perikanan Samudera
Jl. Muara Ujung, Jakarta UtaraTelp. (021) 6694822 Ext. 204
35.PT. Usaha Mina
Jl. Pulomas Utara Raya No. 68 (C I/5) Jakarta TimurTelp. (021) 4710626, 4710628
36.PT. Perikani
Wisma Bakti Mulia Lt. 6Jl. Kramat Raya No. 160 Jakarta 10430Telp. (021) 3160014
37.T. Perikanan Samudera Besar
Jl. Utan Kayu Raya No. 82 Utan Kayu Utara, Jakarta Timur 13120Telp. (021) 8520484
38.T. Tirta Raya Mina
Jl. Muara Baru, Jakarta UtaraTelp. (021) 6613588, 6692417
39.embaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA)
Jl. Cendana I No. 34/36, RT. 16, Kayu Tangi, Banjarmasin, Kalimantan Timur 70123Telp. (0511) 50392, 262355Fax. (0511) 262355, e-mail Ipma@banjarmasin.wasantara,net.id
40.usat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan (PSWN)
Jl. Cilaki No. 15, Bandung 40114Telp. (022) 702865Fax. (022) 702865
41.apan International Cooperation Agency (JICA)
Arthaloka Bildg, 11th Floor Jl. Jend. Sudirman No. 2 Jakarta PusatTelp. (021) 2511549, 2511540 ext. 254Fax. (021) 2512526
42.Conservation International - Indonesia Programme
Jl. Taman Margasatwa No. 16 Pasar Minggu, Jakarta 12540Telp. (021) 78838624, 78838626Fax. (021) 7800265, e-mail; ci-indonesia@conservation.org
43.American Chamber of Commerce (Amcham) - Environment Committee
World Trade Centre, 11 th FloorJl. Jend. Sudirman Kav. 29-31, Jakarta 12840Telp. (021) 5262860Fax. (021) 5262861
44.ASEAN Fisheries Federation
The ASEAN Secretariate 3 rd FloorJl. Sisingamangaraja No. 70A, Kebayoran Baru,Jakarta Selatan 12110Telp. (021) 726410 ext. 280, 7237177Fax. (021) 7257916
45.ita Bina Semesta, P.T
Setiabudi Building I, Lt. 3, Suite C1-C3Jl. H.R, Rasuna Said Kav. 62, Jakarta 12920Telp. (021) 5202358Fax. (021) 5202359
46.COREMAP PTA/AMSAT-ECOLINK UTAMA
Jl. Gelong Baru Barat VI No. 6, Tomang, Jakarta 11440Telp. (021) 5683864Fax. (021) 5683864; e-mail:ecolink@ibm.net.id
47. nvironmental and Safety Dept., General Affairs Directorate, Pertamina
Pertamina Directorate of General Affairs, Granadi Bldg, Lt. 9Jl. Rasuna Said Kav. 8-9, Jakarta 12950Telp. (021) 2522745 Ext. 1240

BUDIDAYA IKAN LELE

1. SEJARAH SINGKAT
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan
kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara
lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa
Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond
(Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang).
Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish.
Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam
hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat
gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan.
2. SENTRA PERIKANAN
Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Dibudidayakan di
Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele ± 970
kg/100m2/tahun. Di India (daerah Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan
mencapai 1200 kg/Ha.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 2/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
3. JENIS
Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986)
adalah:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Di Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dapat dikembangkan:
1) Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera
Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
2) Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih
(Padang).
3) Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan),
wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
4) Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera
Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
5) Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan
penang (Kalimantan Timur).
6) Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele Dumbo (Lele Domba), King cat
fish, berasal dari Afrika.
4. MANFAAT
1) Sebagai bahan makanan
2) Ikan lele dari jenis C. batrachus juga dapat dimanfaatkan sebagai ikan
pajangan atau ikan hias.
3) Ikan lele yang dipelihara di sawah dapat bermanfaat untuk memberantas
hama padi berupa serangga air, karena merupakan salah satu makanan
alami ikan lele.
4) Ikan lele juga dapat diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk
mengobati penyakit asma, menstruasi (datang bulan) tidak teratur, hidung
berdarah, kencing darah dan lain-lain.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 3/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
5. PERSYARATAN LOKASI
1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah
liat/lempung, tidak berporos, berlumpur dan subur. Lahan yang dapat
digunakan untuk budidaya lele dapat berupa: sawah, kecomberan, kolam
pekarangan, kolamkebun, dan blumbang.
2) Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang
tingginya maksimal 700 m dpl.
3) Elevasi tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5-10%.
4) Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat
dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.
5) Lokasi untuk pembuatan kolam hendaknya di tempat yang teduh, tetapi
tidak berada di bawah pohon yang daunnya mudah rontok.
6) Ikan lele dapat hidup pada suhu 200 C, dengan suhu optimal antara 25-280
C. Sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-
300C dan untuk pemijahan 24-280 C.
7) Ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya
cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O2.
8) Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri,
atau mengandung kadar minyak atau bahan lainnya yang dapat mematikan
ikan.
9) Perairan yang banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan ikan dan
bahan makanan alami. Perairan tersebut bukan perairan yang rawan banjir.
10) Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau daundaunan
hidup, seperti enceng gondok.
11) Mempunyai pH 6,5–9; kesadahan (derajat butiran kasar ) maksimal 100
ppm dan optimal 50 ppm; turbidity (kekeruhan) bukan lumpur antara 30–60
cm; kebutuhan O2 optimal pada range yang cukup lebar, dari 0,3 ppm untuk
yang dewasa sampai jenuh untuk burayak; dan kandungan CO2 kurang dari
12,8 mg/liter, amonium terikat 147,29-157,56 mg/liter.
12) Persyaratan untuk pemeliharaan ikan lele di keramba :
a. Sungai atau saluran irigasi tidak curam, mudah dikunjungi/dikontrol.
b. Dekat dengan rumah pemeliharaannya.
c. Lebar sungai atau saluran irigasi antara 3-5 meter.
d. Sungai atau saluran irigasi tidak berbatu-batu, sehingga keramba mudah
dipasang.
e. Kedalaman air 30-60 cm.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Dalam pembuatan kolam pemeliharaan ikan lele sebaiknya ukurannya tidak
terlalu luas. Hal ini untuk memudahkan pengontrolan dan pengawasan. Bentuk
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 4/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
dan ukuran kolam pemeliharaan bervariasi, tergantung selera pemilik dan
lokasinya. Tetapi sebaiknya bagian dasar dan dinding kolam dibuat permanen.
Pada minggu ke 1-6 air harus dalam keadaan jernih kolam, bebas dari
pencemaran maupun fitoplankton. Ikan pada usia 7-9 minggu kejernihan airnya
harus dipertahankan. Pada minggu 10, air dalam batas-batas tertentu masih
diperbolehkan. Kekeruhan menunjukkan kadar bahan padat yang melayang
dalam air (plankton). Alat untuk mengukur kekeruhan air disebut secchi.
Prakiraan kekeruhan air berdasarkan usia lele (minggu) sesuai angka secchi :
- Usia 10-15 minggu, angka secchi = 30-50
- Usia 16-19 minggu, angka secchi = 30-40
Usia 20-24 minggu, angka secchi = 30
6.2. Penyiapan Bibit
1) Menyiapkan Bibit
a. Pemilihan Induk
1. Ciri-ciri induk lele jantan:
- Kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina.
- Warna kulit dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina.
- Urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke arah
belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan.
- Gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng
(depress).
- Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan lele
betina.
- Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah ekor
akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani).
- Kulit lebih halus dibanding induk ikan lele betina.
2. Ciri-ciri induk lele betina
- Kepalanya lebih besar dibanding induk lele jantan.
- Warna kulit dada agak terang.
- Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun), berwarna
kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus.
- Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung.
- Perutnya lebih gembung dan lunak.
- Bila bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke
arah ekor akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan
(ovum/telur).
3. Syarat induk lele yang baik:
- Kulitnya lebih kasar dibanding induk lele jantan.
- Induk lele diambil dari lele yang dipelihara dalam kolam sejak kecil
supaya terbiasa hidup di kolam.
- Berat badannya berkisar antara 100-200 gram, tergantung
kesuburan badan dengan ukuran panjang 20-5 cm.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 5/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
- Bentuk badan simetris, tidak bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan
lincah.
- Umur induk jantan di atas tujuh bulan, sedangkan induk betina
berumur satu tahun.
- Frekuensi pemijahan bisa satu bula sekali, dan sepanjang hidupnya
bisa memijah lebih dari 15 kali dengan syarat apabila makanannya
mengandung cukup protein.
4. Ciri-ciri induk lele siap memijah adalah calon induk terlihat mulai
berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara yang jantan dan yang
betina. Induk tersebut segera ditangkap dan ditempatkan dalam kolam
tersendiri untuk dipijahkan.
5. Perawatan induk lele:
- Selama masa pemijahan dan masa perawatan, induk ikan lele diberi
makanan yang berkadar protein tinggi seperti cincangan daging
bekicot, larva lalat/belatung, rayap atau makanan buatan (pellet).
Ikan lele membutuhkan pellet dengan kadar protein yang relatif
tinggi, yaitu ± 60%. Cacing sutra kurang baik untuk makanan induk
lele, karena kandungan lemaknya tinggi. Pemberian cacing sutra
harus dihentikan seminggu menjelang perkawinan atau pemijahan.
- Makanan diberikan pagi hari dan sore hari dengan jumlah 5-10% dari
berat total ikan.
- Setelah benih berumur seminggu, induk betina dipisahkan,
sedangkan induk jantan dibiarkan untuk menjaga anak-anaknya.
Induk jantan baru bisa dipindahkan apabila anak-anak lele sudah
berumur 2 minggu.
- Segera pisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang
penyakit untuk segera diobati.
- Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran
tidak perlu deras, cukup 5-6 liter/menit.
b. Pemijahan Tradisional
1. Pemijahan di Kolam Pemijahan
Kolam induk:
- Kolam dapat berupa tanah seluruhnya atau tembok sebagian dengan
dasar tanah.
- Luas bervariasi, minimal 50 m2.
- Kolam terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian dangkal (70%) dan bagian
dalam (kubangan) 30 % dari luas kolam. Kubangan ada di bagian
tengah kolam dengan kedalaman 50-60 cm, berfungsi untuk
bersembunyi induk, bila kolam disurutkan airnya.
- Pada sisi-sisi kolam ada sarang peneluran dengan ukuran 30x30x25
cm3, dari tembok yang dasarnya dilengkapi saluran pengeluaran dari
pipa paralon diamneter 1 inchi untuk keluarnya banih ke kolam
pendederan.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 6/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
- Setiap sarang peneluran mempunyai satu lubang yang dibuat dari
pipa paralon (PVC) ukuran ± 4 inchi untuk masuknya induk-induk
lele.
- Jarak antar sarang peneluran ± 1 m.
- Kolam dikapur merata, lalu tebarkan pupuk kandang (kotoran ayam)
sebanyak 500-750 gram/m2.
- Airi kolam sampai batas kubangan, biarkan selama 4 hari.
Kolam Rotifera (cacing bersel tunggal):
- Letak kolam rotifera di bagian atas dari kolam induk berfungi untuk
menumbuhkan makanan alami ikan (rotifera).
- Kolam rotifera dihubungkan ke kolam induk dengan pipa paralon
untuk mengalirkan rotifera.
- Kolam rotifera diberi pupuk organik untuk memenuhi persyaratan
tumbuhnya rotifera.
- Luas kolam ± 10 m2.
Pemijahan:
- Siapkan induk lele betina sebanyak 2 x jumlah sarang yang tersedia
dan induk jantan sebanyak jumlah sarang; atau satu pasang per
sarang; atau satu pasang per 2-4 m2 luas kolam (pilih salah satu).
- Masukkan induk yang terpilih ke kubangan, setelah kubangan diairi
selama 4 hari.
- Beri/masukkan makanan yang berprotein tinggi setiap hari seperti
cacing, ikan rucah, pellet dan semacamnya, dengan dosis (jumlah
berat makanan) 2-3% dari berat total ikan yang ditebarkan .
- Biarkan sampai 10 hari.
- Setelah induk dalam kolam selama 10 hari, air dalam kolam
dinaikkan sampai 10-15 cm di atas lubang sarang peneluran atau
kedalaman air dalam sarang sekitar 20-25 cm. Biarkan sampai 10
hari. Pada saat ini induk tak perlu diberi makan, dan diharapkan
selama 10 hari berikutnya induk telah memijah dan bertelur. Setelah
24 jam, telur telah menetas di sarang, terkumpullah benih lele. Induk
lele yang baik bertelur 2-3 bulan satu kali bila makanannya baik dan
akan bertelur terus sampai umur 5 tahun.
- Benih lele dikeluarkan dari sarnag ke kolam pendederan dengan
cara: air kolam disurutkan sampai batas kubangan, lalu benih
dialirkan melalui pipa pengeluaran.
- Benih-benih lele yang sudah dipindahkan ke kolam pendederan
diberi makanan secara intensif, ukuran benih 1-2 cm, dengan
kepadatan 60 -100 ekor/m2.
- Dari seekor induk lele dapat menghasilkan ± 2000 ekor benih lele.
Pemijahan induk lele biasanya terjadi pada sore hari atau malam
hari.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 7/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2. Pemijahan di Bak Pemijahan Secara Berpasangan
Penyiapan bak pemijahan secara berpasangan:
- Buat bak dari semen atau teraso dengan ukuran 1 x 1 m atau 1 x 2
m dan tinggi 0,6 m.
- Di dalam bak dilengkapi kotak dari kayu ukuran 25 x 40x30 cm tanpa
dasar sebagai sarang pemijahan. Di bagian atas diberi lubang dan
diberi tutup untuk melihat adanya telur dalam sarang. Bagian depan
kotak/sarang pemijahan diberi enceng gondok supaya kotak menjadi
gelap.
- Sarang pemijahan dapat dibuat pula dari tumpukan batu bata atau
ember plastik atau barang bekas lain yang memungkinkan.
- Sarang bak pembenihan diberi ijuk dan kerikil untuk menempatkan
telur hasil pemijahan.
- Sebelum bak digunakan, bersihkan/cuci dengan air dan bilas dengan
formalin 40 % atau KMnO4 (dapat dibeli di apotik); kemudian bilas
lagi dengan air bersih dan keringkan.
Pemijahan:
- Tebarkan I (satu) pasang induk dalam satu bak setelah bak diisi air
setinggi ± 25 cm. Sebaiknya airnya mengalir. Penebaran dilakukan
pada jam 14.00–16.00.
- Biarkan induk selama 5-10 hari, beri makanan yang intensif. Setelah
± 10 hari, diharapkan sepasang induk ini telah memijah, bertelur dan
dalam waktu 24 jam telur-telur telah menetas. Telur-telur yang baik
adalah yang berwarna kuning cerah.
- Beri makanan anak-anak lele yang masih kecil (stadium larva)
tersebut berupa kutu air atau anak nyamuk dan setelah agak besar
dapat diberi cacing dan telur rebus.
3. Pemijahan di Bak Pemijahan Secara Masal
Penyiapan bak pemijahan secara masal:
- Buat bak dari semen seluas 20 m2 atau 50 m2, ukuran 2x10 m2 atau
5x10 m2.
- Di luar bak, menempel dinding bak dibuat sarang pemijahan ukuran
30x30x30 cm3, yang dilengkapi dengan saluran pengeluaran benih
dari paralon (PVC) berdiameter 1 inchi. Setiap sarang dibuatkan satu
lubang dari paralon berdiameter 4 inchi.
- Dasar sarang pemijahan diberi ijuk dan kerikil untuk tempat
menempel telur hasil pemijahan.
- Sebelum digunakan, bak dikeringkan dan dibilas dengan larutan
desinfektan atau formalin, lalu dibilas dengan air bersih; kemudian
keringkan.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 8/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Pemijahan:
- Tebarkan induk lele yang terpilih (matang telur) dalam bak
pembenihan sebanyak 2xjumlah sarang , induk jantan sama
banyaknya dengan induk betina atau dapat pula ditebarkan 25-50
pasang untuk bak seluas 50 m2 (5x10 m2), setelah bak pembenihan
diairi setinggi 1 m.
- Setelah 10 hari induk dalam bak, surutkan air sampai ketinggian 50-
60 cm, induk beri makan secara intensif.
- Sepuluh hari kemudian, air dalam bak dinaikkan sampai di atas
lubang sarang sehingga air dalam sarang mencapai ketinggian 20-25
cm.
- Saat air ditinggikan diharapkan induk-induk berpasangan masuk
sarang pemijahan, memijah dan bertelur. Biarkan sampai ± 10 hari.
- Sepuluh hari kemudian air disurutkan lagi, dan diperkirakan telurtelur
dalam sarang pemijahan telah menetas dan menjadi benih lele.
- Benih lele dikeluarkan melalui saluran pengeluaran benih untuk
didederkan di kolam pendederan.
c. Pemijahan Buatan
Cara ini disebut Induced Breeding atau hypophysasi yakni merangsang
ikan lele untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan
hormon ke dalam tubuh ikan. Hormon hipophysa berasal dari kelenjar
hipophysa, yaitu hormon gonadotropin. Fungsi hormon gonadotropin:
- Gametogenesis: memacu kematangan telur dan sperma, disebut
Follicel Stimulating Hormon. Setelah 12 jam penyuntikan, telur
mengalami ovulasi (keluarnya telur dari jaringan ikat indung telur).
Selama ovulasi, perut ikan betina akan membengkak sedikit demi
sedikit karena ovarium menyerap air. Saat itu merupakan saat yang
baik untuk melakukan pengurutan perut (stripping).
- Mendorong nafsu sex (libido)
2) Perlakuan dan Perawatan Bibit
a. Kolam untuk pendederan:
1. Bentuk kolam pada minggu 1-2, lebar 50 cm, panjang 200 cm, dan
tinggi 50 cm. Dinding kolam dibuat tegak lurus, halus, dan licin,
sehingga apabila bergesekan dengan tubuh benih lele tidak akan
melukai. Permukaan lantai agak miring menuju pembuangan air.
Kemiringan dibuat beda 3 cm di antara kedua ujung lantai, di mana
yang dekat tempat pemasukan air lebih tinggi. Pada lantai dipasang
pralon dengan diameter 3-5 cm dan panjang 10 m.
2. Kira-kira 10 cm dari pengeluaran air dipasang saringan yang dijepit
dengan 2 bingkai kayu tepat dengan permukaan dalam dinding kolam.
Di antara 2 bingkai dipasang selembar kasa nyamuk dari bahan plastik
berukuran mess 0,5-0,7 mm, kemudian dipaku.
3. Setiap kolam pendederan dipasang pipa pemasukan dan pipa air untuk
mengeringkan kolam. Pipa pengeluaran dihubungkan dengan pipa
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 9/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
plastik yang dapat berfungsi untuk mengatur ketinggian air kolam. Pipa
plastik tersebut dikaitkan dengan suatu pengait sebagai gantungan.
4. Minggu ketiga, benih dipindahkan ke kolam pendederan yang lain.
Pengambilannya tidak boleh menggunakan jaring, tetapi dengan
mengatur ketinggian pipa plastik.
5. Kolam pendederan yang baru berukuran 100 x 200 x 50 cm, dengan
bentuk dan konstruksi sama dengan yang sebelumnya.
b. Penjarangan:
1. Penjarangan adalah mengurangi padat penebaran yang dilakukan
karena ikan lele berkembang ke arah lebih besar, sehingga volume
ratio antara lele dengan kolam tidak seimbang.
- Apabila tidak dilakukan penjarangan dapat mengakibatkan :
- Ikan berdesakan, sehingga tubuhnya akan luka.
- Terjadi perebutan ransum makanan dan suatu saat dapat memicu
mumculnya kanibalisme (ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan
yang lebih besar).
- Suasana kolam tidak sehat oleh menumpuknya CO2 dan NH3, dan
O2 kurang sekali sehingga pertumbuhan ikan lele terhambat.
2. Cara penjarangan pada benih ikan lele :
- Minggu 1-2, kepadatan tebar 5000 ekor/m2
- Minggu 3-4, kepadatan tebar 1125 ekor/m2
- Minggu 5-6, kepadatan tebar 525 ekor/m2
c. Pemberian pakan:
1. Hari pertama sampai ketiga, benih lele mendapat makanan dari
kantong kuning telur (yolk sac) yang dibawa sejak menetas.
2. Hari keempat sampai minggu kedua diberi makan zooplankton, yaitu
Daphnia dan Artemia yang mempunyai protein 60%. Makanan tersebut
diberikan dengan dosis 70% x biomassa setiap hari yang dibagi dalam
4 kali pemberian. Makanan ditebar disekitar tempat pemasukan air.
Kira-kira 2-3 hari sebelum pemberian pakan zooplankton berakhir,
benih lele harus dikenalkan dengan makanan dalam bentuk tepung
yang berkadar protein 50%. Sedikit dari tepung tersebut diberikan
kepada benih 10-15 menit sebelum pemberian zooplankton. Makanan
yang berupa teoung dapat terbuat dari campuran kuning telur, tepung
udang dan sedikit bubur nestum.
3. Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
4. Minggu keempat dan kelima diberi pakan sebanyak 32% x biomassa
setiap hari.
5. Minggu kelima diberi pakan sebanyak 21% x biomassa setiap hari.
6. Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
7. Minggu keenam sudah bisa dicoba dengan pemberian pelet apung.
d. Pengepakan dan pengangkutan benih
1. Cara tertutup:
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 10/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
- Kantong plastik yang kuat diisi air bersih dan benih dimasukkan
sedikit demi sedikit. Udara dalam plastik dikeluarkan. O2 dari tabung
dimasukkan ke dalam air sampai volume udara dalam plastik 1/3–1/4
bagian. Ujung plastik segera diikat rapat.
- Plastik berisi benih lele dimasukkan dalam kardus atau peti supaya
tidak mudah pecah.
2. Cara terbuka dilakukan bila jarak tidak terlalu jauh:
- Benih lele dilaparkan terlebih dahulu agar selama pengangkutan, air
tidak keruh oleh kotoran lele. (Untuk pengangkutan lebih dari 5 jam).
- Tempat lele diisi dengan air bersih, kemudian benih dimasukkan
sedikit demi sedikit. Jumlahnya tergantung ukurannya. Benih ukuran
10 cm dapat diangkut dengan kepadatan maksimal 10.000/m3 atau
10 ekor/liter. Setiap 4 jam, seluruh air diganti di tempat yang teduh.
6.3. Pemeliharaan Pembesaran
1) Pemupukan
a. Sebelum digunakan kolam dipupuk dulu. Pemupukan bermaksud untuk
menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami
bagi benih lele.
b. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan
dosis 500-700 gram/m2. Dapat pula ditambah urea 15 gram/m2, TSP 20
gram/m2, dan amonium nitrat 15 gram/m2. Selanjutnya dibiarkan selama 3
hari.
c. Kolam diisi kembali dengan air segar. Mula-mula 30-50 cm dan dibiarkan
selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi coklat atau
kehijauan yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh
sebagai makanan alami lele.
d. Secara bertahap ketinggian air ditambah, sebelum benih lele ditebar.
2) Pemberian Pakan
a. Makanan Alami Ikan Lele
1. Makanan alamiah yang berupa Zooplankton, larva, cacing-cacing, dan
serangga air.
2. Makanan berupa fitoplankton adalah Gomphonema spp (gol. Diatome),
Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp (gol. Diatome),
ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta).
3. Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein.
4. Ikan lele juga menyukai kotoran yang berasal dari kakus.
b. Makanan Tambahan
1. Pemeliharaan di kecomberan dapat diberi makanan tambahan berupa
sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang
dihancurkan, usus ayam, dan bangkai.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 11/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2. Campuran dedak dan ikan rucah (9:1) atau campuran bekatul, jagung,
dan bekicot (2:1:1).
c. Makanan Buatan (Pellet)
1. Komposisi bahan (% berat): tepung ikan=27,00; bungkil kacang
kedele=20,00; tepung terigu=10,50; bungkil kacang tanah=18,00;
tepung kacang hijau=9,00; tepung darah=5,00; dedak=9,00;
vitamin=1,00; mineral=0,500;
2. Proses pembuatan:
Dengan cara menghaluskan bahan-bahan, dijadikan adonan seperti
pasta, dicetak dan dikeringkan sampai kadar airnya kurang dari 10%.
Penambahan lemak dapat diberikan dalam bentuk minyak yang
dilumurkan pada pellet sebelum diberikan kepada lele. Lumuran minyak
juga dapat memperlambat pellet tenggelam.
3. Cara pemberian pakan:
- Pellet mulai dikenalkan pada ikan lele saat umur 6 minggu dan
diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum pemberian makanan
yang berbentuk tepung.
- Pada minggu 7 dan seterusnya sudah dapat langsung diberi
makanan yang berbentuk pellet.
- Hindarkan pemberian pakan pada saat terik matahari, karena suhu
tinggi dapat mengurangi nafsu makan lele.
3) Pemberian Vaksinasi
Cara-cara vaksinasi sebelum benih ditebarkan:
a. Untuk mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang
berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan
dosis 200 ppm selama 10-15 menit. Setelah divaksinasi lele tersebut akan
kebal selama 6 bulan.
b. Pencegahan penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan
menyutik dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk.
c. Pencegahan penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam
lele dalam larutan Malachite Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit.
4) Pemeliharaan Kolam/Tambak
a. Kolam diberi perlakuan pengapuran dengan dosis 25-200 gram/m2 untuk
memberantas hama dan bibit penyakit.
b. Air dalam kolam/bak dibersihkan 1 bulan sekali dengan cara mengganti
semua air kotor tersebut dengan air bersih yang telah diendapkan 2
malam.
c. Kolam yang telah terjangkiti penyakit harus segera dikeringkan dan
dilakukan pengapuran dengan dosis 200 gram/m2 selama satu minggu.
Tepung kapur (CaO) ditebarkan merata di dasar kolam, kemudian
dibiarkan kering lebih lanjut sampai tanah dasar kolam retak-retak.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 12/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama dan Penyakit
a. Hama pada lele adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu
kehidupan lele.
b. Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang lele
antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air, ikan
gabus dan belut.
c. Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering
menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan lele secara intensif tidak
banyak diserang hama.
Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat
rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.
1) Penyakit karena bakteri Aeromonas hydrophilla dan Pseudomonas
hydrophylla
Bentuk bakteri ini seperti batang dengan polar flage (cambuk yang terletak di
ujung batang), dan cambuk ini digunakan untuk bergerak, berukuran 0,7–0,8
x 1–1,5 mikron. Gejala: iwarna tubuh menjadi gelap, kulit kesat dan timbul
pendarahan, bernafas megap-megap di permukaan air. Pengendalian:
memelihara lingkungan perairan agar tetap bersih, termasuk kualitas air.
Pengobatan melalui makanan antara lain: (1) Terramycine dengan dosis 50
mg/kg ikan/hari, diberikan selama 7–10 hari berturut-turut. (2) Sulphonamid
sebanyak 100 mg/kg ikan/hari selama 3–4 hari.
2) Penyakit Tuberculosis
Penyebab: bakteri Mycobacterium fortoitum). Gejala: tubuh ikan berwarna
gelap, perut bengkak (karena tubercle/bintil-bintil pada hati, ginjal, dan
limpa). Posisi berdiri di permukaan air, berputar-putar atau miring-miring,
bintik putih di sekitar mulut dan sirip. Pengendalian: memperbaiki kualitas air
dan lingkungan kolam. Pengobatan: dengan Terramycin dicampur dengan
makanan 5–7,5 gram/100 kg ikan/hari selama 5–15 hari.
3) Penyakit karena jamur/candawan Saprolegnia.
Jamur ini tumbuh menjadi saprofit pada jaringan tubuh yang mati atau ikan
yang kondisinya lemah. Gejala: ikan ditumbuhi sekumpulan benang halus
seperti kapas, pada daerah luka atau ikan yang sudah lemah, menyerang
daerah kepala tutup insang, sirip, dan tubuh lainnya. Penyerangan pada
telur, maka telur tersebut diliputi benang seperti kapas. Pengendalian: benih
gelondongan dan ikan dewasa direndam pada Malachyte Green Oxalate
2,5–3 ppm selama 30 menit dan telur direndam Malachyte Green Oxalate
0,1–0,2 ppm selama 1 jam atau 5–10 ppm selama 15 menit.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 13/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
4) Penyakit Bintik Putih dan Gatal/Trichodiniasis
Penyebab: parasit dari golongan Ciliata, bentuknya bulat, kadang-kadang
amuboid, mempunyai inti berbentuk tapal kuda, disebut Ichthyophthirius
multifilis. Gejala: (1) ikan yang diserang sangat lemah dan selalu timbul di
permukaan air; (2) terdapat bintik-bintik berwarna putih pada kulit, sirip dan
insang; (3) ikan sering menggosok-gosokkan tubuh pada dasar atau dinding
kolam. Pengendalian: air harus dijaga kualitas dan kuantitasnya.
Pengobatan: dengan cara perendaman ikan yang terkena infeksi pada
campuran larutan Formalin 25 cc/m3 dengan larutan Malachyte Green
Oxalate 0,1 gram/m3 selama 12–24 jam, kemudian ikan diberi air yang
segar. Pengobatan diulang setelah 3 hari.
5) Penyakit Cacing Trematoda
Penyebab: cacing kecil Gyrodactylus dan Dactylogyrus. Cacing
Dactylogyrus menyerang insang, sedangkan cacing Gyrodactylus
menyerang kulit dan sirip. Gejala: insang yang dirusak menjadi luka-luka,
kemudian timbul pendarahan yang akibatnya pernafasan terganggu.
Pengendalian: (1) direndam Formalin 250 cc/m3 air selama 15 menit; (2)
Methyline Blue 3 ppm selama 24 jam; (3) mencelupkan tubuh ikan ke dalam
larutan Kalium -Permanganat (KMnO4) 0,01% selama ± 30 menit; (4)
memakai larutan NaCl 2% selama ± 30 menit; (5) dapat juga memakai
larutan NH4OH 0,5% selama ± 10 menit.
6) Parasit Hirudinae
Penyebab: lintah Hirudinae, cacing berwarna merah kecoklatan. Gejala:
pertumbuhannya lambat, karena darah terhisap oleh parasit, sehingga
menyebabkan anemia/kurang darah. Pengendalian: selalu diamati pada
saat mengurangi padat tebar dan dengan larutan Diterex 0,5 ppm.
7.2. Hama Kolam/Tambak
Apabila lele menunjukkan tanda-tanda sakit, harus dikontrol faktor
penyebabnya, kemudian kondisi tersebut harus segera diubah, misalnya :
1) Bila suhu terlalu tinggi, kolam diberi peneduh sementara dan air diganti
dengan yang suhunya lebih dingin.
2) Bila pH terlalu rendah, diberi larutan kapur 10 gram/100 l air.
3) Bila kandungan gas-gas beracun (H2S, CO2), maka air harus segera diganti.
4) Bila makanan kurang, harus ditambah dosis makanannya.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 14/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
8. PANEN
8.1. Penangkapan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan:
1) Lele dipanen pada umur 6-8 bulan, kecuali bila dikehendaki, sewaktu-waktu
dapat dipanen. Berat rata-rata pada umur tersebut sekitar 200 gram/ekor.
2) Pada lele Dumbo, pemanenan dapat dilakukan pada masa pemeliharaan 3-4
bulan dengan berat 200-300 gram per ekornya. Apabila waktu pemeliharaan
ditambah 5-6 bulan akan mencapai berat 1-2 kg dengan panjang 60-70 cm.
3) Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya lele tidak terlalu
kepanasan.
4) Kolam dikeringkan sebagian saja dan ikan ditangkap dengan menggunakan
seser halus, tangan, lambit, tangguh atau jaring.
5) Bila penangkapan menggunakan pancing, biarkan lele lapar lebih dahulu.
6) Bila penangkapan menggunakan jaring, pemanenan dilakukan bersamaan
dengan pemberian pakan, sehingga lele mudah ditangkap.
7) Setelah dipanen, piaralah dulu lele tersebut di dalam tong/bak/hapa selama
1-2 hari tanpa diberi makan agar bau tanah dan bau amisnya hilang.
8) Lakukanlah penimbangan secepat mungkin dan cukup satu kali.
8.2. Pembersihan
Setelah ikan lele dipanen, kolam harus dibersihkan dengan cara:
1) Kolam dibersihkan dengan cara menyiramkan/memasukkan larutan kapur
sebanyak 20-200 gram/m2 pada dinding kolam sampai rata.
2) Penyiraman dilanjutkan dengan larutan formalin 40% atau larutan
permanganat kalikus (PK) dengan cara yang sama.
3) Kolam dibilas dengan air bersih dan dipanaskan atau dikeringkan dengan
sinar matahari langsung. Hal ini dilakukan untuk membunuh penyakit yang
ada di kolam.
9. PASCAPANEN
1) Setelah dipanen, lele dibersihkan dari lumpur dan isi perutnya. Sebelum
dibersihkan sebaiknya lele dimatikan terlebih dulu dengan memukul
kepalanya memakai muntu atau kayu.
2) Saat mengeluarkan kotoran, jangan sampai memecahkan empedu, karena
dapat menyebabkan daging terasa pahit.
3) Setelah isi perut dikeluarkan, ikan lele dapat dimanfaatkan untuk berbagai
ragam masakan.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 15/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Analisis Usaha Pembenihan Ikan Lele Dumbo di Desa Bendosewu, Kecamatan
Talun, Kabupaten Blitar adalah sebagai berikut:
1) Biaya produksi
a. Lahan
- Tanah 123 m2 Rp. 123.000,-
- Kolam 9 buah Rp. 1.230.000,-
- Perawatan kolam Rp. 60.000,-
b. Bibit/benih
- betina 40 ekor @ Rp. 12.000,- Rp. 480.000,-
- jantan 10 ekor @ Rp. 10.000,- Rp. 100.000,-
c. Pakan
- Pakan benih Rp. 14.530.300,-
- Pakan induk Rp. 4.818.000,-
d. Obat-obatan Rp. 42.000,-
e. Peralatan
- pompa air3 bh @ Rp. 110.000,- Rp. 330.000,-
- diesel 1 bh @ Rp. 600.000,- Rp. 600.000,-
- sikat 1.bh @.Rp. 25.000,- Rp. 25.000,-
- jaring 1 bh @.Rp. 150.000,- Rp. 150.000,-
- bak 5 bh @ Rp. 3.000,- Rp. 15.000,-
- timba 7 bh @.Rp. 3.000,- Rp. 21.000,-
- alat seleksi 6 bh @.Rp. 4.000,- Rp. 24.000,-
- ciruk 5 bh @. Rp. 1.500,- Rp. 7.500,-
- gayung 5 bh @. Rp.1.000,- Rp. 5.000,-
- selang Rp. 90.000,-
- paralon Rp. 70.000,-
- Perawatan alat Rp. 120.000,-
f. Tenaga kerja Rp. 420.000,-
g. Lain-lain Rp. 492.000,-
h. Biaya tak terduga 10% Rp. 2.522.800,-
Jumlah biaya produksi Rp. 5.045.600,-
2) Pendapatan Rp. 2.220.000,-
3) Keuntungan Rp. 7.174.400,-
4) Parameter kelayakan usaha 25%
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 16/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
5) BEP dalam unit (ekor)
- ukuran 1 1.138
- ukuran 2 325.049
- ukuran 3 65.010
- ukuran 4 6.501
- ukuran 5 11.377
- ukuran 6 260
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Budidaya ikan lele, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran
mempunyai prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan
ikan lele semakin meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka
akan diperoleh hasil budidaya yang memuaskan dan diminati konsumen.
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Arifin, M.Z. 1991. Budidaya lele. Dohara prize. Semarang.
2) Djamiko, H., Rusdi, T. 1986. Lele. Budidaya, Hasil Olah dan Analisa Usaha.
C.V. Simplex. Jakarta.
3) Djatmika, D.H., Farlina, Sugiharti, E. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. C.V.
Simplex. Jakarta.
4) Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penerbit
Swadaya. Jakarta.
5) Simanjutak, R.H. 1996. Pembudidayaan Ikan Lele Lokal dan Dumbo.
Bhratara. Jakarta.
6) Soetomo, M.H.A. 1987. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru.
Bandung.
7) Susanto, H. 1987. Budidaya ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 17/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

Ikan Bawal Putih

Ikan Bawal (bahasa Inggeris: Silver Pomfret) sering kali menjadi pilihan utama sebagai hidangan istimewa di meja pengantin atau meja utama. Secara amnya ikan Bawal terbahagi kepada dua jenis iaitu bawal putih dan hitam. Ikan bawal putih dikatakan lebih tinggi permintaannya berbanding yang bawal hitam.
Bawal putih juga dikenali dengan panggilan bawal cermin, kilat, dueh putih atau dueh bujang. Ia juga dipanggil Silver Pomfret. Bawal cermin berbentuk seperti rombus dan sedikit cembung. Bawal cermin dewasa kelihatan lebih lebar dan cembung. Mata terletak di bahagian kepala yang kelihatan seakan bersambung terus dengan badan.
Meskipun badan bawal cermin kelihatan lebar tetapi mulut dan matanya agak kecil dan berhimpun di sudut hujung bahagian kepala. Rahang atas dan bawah juga tidak boleh membuka dengan luas.
Mungkin juga bawal cermin mendapat namanya dari pantulan cahaya dari badannya yang berkilat dan berwarna perak. Garisan deria di badannya bermula dari insang hingga mencecah zon ekor.
Manakala sirip pektoral lebih panjang berbanding sirip dorsal dan ekor melengkung bentuk V. Warna - Badan bawal cermin diliputi sisik halus berwarna putih beralun perak dan bahagian sirip memancarkan warna kelabu. Sesetengah bahagian badannya diliputi bintik hitam halus.
Ikan Bawal banyak terdapat di Lautan Hindi selain Afrika, Malaysia dan Jepun.
Ikan Bawal hidup dan berenang secara berkumpulan. Biasanya pada musim tertentu bawal cermin boleh didapati dengan banyak. Ia juga dikatakan sering didapati beriringan dengan udang di dasar laut.
Pergerakan spesies bawal dalam berkawan menjadikannya sebagai tangkapan yang sesuai dengan menggunakan pukat. Bagaimanapun ia boleh ditangkap menggunakan pancing dan rawai.